Friday, November 11, 2011

Peranan, Perputaran, dan Keadaan...

Dia tiba-tiba mengumpat marah karena gurunya dengan semena-mena mengambil kertas ulangannya. Marah tiada tara karena si guru mendapatinya menyontek teman sebangkunya. Menyumpahi si guru yang mungkin sedang berada di ruang guru, sembari mengoreksi hasil ulangan murid2nya. “Dasar guru nggap***!!!”

Di sisi yang lain, sang guru dengan point of view nya sendiri, merasa terheran-heran dengan kelakuan pelajar jaman sekarang. Merasa kelakuan mereka sudah tidak seperti ‘pelajar’ sebagaimana mestinya, namun dengan kapasitasnya yang terbatas sebagai seorang ‘guru’ tak ada yang bisa dilakukan selain mengajar dengan baik (sesuai caranya sendiri).

Aiiiiihhh berat postingan kali ini, habis mbaca-mbaca postingan orang, mengagumi gaya penulisannya, dan tersentak membuat postingan ini. Melihat pandangan orang lain terhadap suatu fenomena emang hak pribadinya yaa... tapi jika dilihat dari posisi medan yang diperbicangkan mungkin akan ada suatu penolakan, atau pembelaan. Misalnya aja sesuai dengan ilustrasi diatas, ada dua belah pihak, guru dan murid. Murid dengan pikiran ababilnya, walaupun salah, rasa tidak terima dipermalukan di depan teman-temannya membuatnya memberi label kepada gurunya yang enggak-enggak. Kejam. Killer. De el el. Sementara itu, guru, yang notabene pernah jadi murid, merasa dulu dia dan mungkin semua yang ada di jamannya tidak berperilaku seperti sekarang ini. Pelajar sekarang dianggapnya lebih tidak bermoral. Mencontek. Ajang bergaya saja. De el el.

Bolehlah kedua posisi atau peran ini diibaratkan seperti elektron dan positron. Elektron dengan muatan negatifnya dan positon dengan kandungan positifnya. Terlepas dari mana peran yang elektron dan positron, jika dibiarkan, atau tidak sengaja bertumbukan dan berbenturan, keduanya akan terkonfrontasi dan mungkin saja saling menghancurkan. Ini tidak hanya ditemukan dalam bentuk peran guru atau murid, katakanlah dosen-mahasiswa, bawahan-atasan, orangtua-anak, deelel.

Wekekke, cerdas banget gag sih perumpamaannya, atau malah ngarang total saking gag nyambungnya!

Oke deh gini, walaupun gag pinter-pinter amat masalah psikologi dan sebangsanya, dengan modal browsing google dan bekal hasil nransletin jurnal atau teori skripsinya anak psiko, disini ane hendak mengaitkan masalah peran ini dengan dua teori. Well, entah sesuai atau enggag yaa.... soalnya nyari2 kata kuncinya juga seadanya *lol

Role theory
..... Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru. Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan' identitas diri yang lama.

Teori Peran menggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya.

Social Mobility
Menurut Paul B. Horton, mobilitas sosial adalah suatu gerak perpindahan dari satu kelas sosial ke kelas sosial lainnya atau gerak pindah dari strata yang satu ke strata yang lainnya.

Jadi, dari dua teori diatas, menurut saia emang berhubungan yaa, sekali lagi, menurut saia hloo. Jadi setiap manusia itu mesti, err.... apa ya kata yang tepat... berputar... pindah posisi. Jadi baik dirasa maupun enggag, bebrapa dari kita, gak semuanya, bakal berada di posisi orang lain suatu saat nanti. Dia bakal bisa melihat dari sudut pandang orang tersebut. Dan kadangkala bakal berbeda dari point of view yang dulu pernah kita punya. Yaahhh kesemuanya itu karena udah berbeda pemikiran yaa... kita akan sudah meimiliki concern berbeda dalam memandang sesuatu.

Misalnya yaaaa,,,, dari murid ke guru, mahasiswa ke dosen, kaya ke miskin, bahagia ke sedih, mendapatkan kemenangan ke kalah, dan sebagainya.

Kembali ke ilustrasi yang diberikan yaa, tentang murid dan mantan murid (guru). Disini si guru berpindah peran dari mantan murid menjadi guru. Dia yang sudah merasakan pernah menjadi murid, mungkin juga dulu pernah ada konfrontasi dengan guru. Dan ada sisi dalam dirinya yang menyatakan kalau guru itu salah, semena-mena, you name it! Dan kini setelah dia memerankan perannya menjadi seorang guru, dia akan berpikir dan bertindak layaknya seorang guru. Tentu dia memiliki bayak pertimbangan. Dari yang dulu menjadi murid masa abg sedang mencari identitas diri, kini dia sudah meimilikinya dan dituntut untuk mempertahankan identitas “guru”nya. Dulu dia ingin bebas, tapi kini terikat dengan peraturan “keguruan”nya. Dulu dia mendambakan guru yang santai dan heboh, kini dia merasakan menjadi guru tidak semudah itu.

Nah identitas muridnya dicabut dan diberikanlah identitas baru sebagai seorang guru. Dan kini perannya sebagai guru memaksanya untuk memerankan tokohnya sesuai dengan tuntutan keadaan di sekitarnya. Dia yang sekarang memegang kendali atas muridnya. Dia yang dulunya berpikiran sempit kini harus berhati-hati dalam bertindak dan mempertimbangkan banyak hal.

Nah itulah perbedaaannya. Katakanlah kita naik tingkat. Kehidupan sosial kita berubah. Perasaan, pemikiran, bahkan perbuatan kita ditekan ke arah yang berbeda. Lebih dewasa? Mungkin. Lebih baik? Bisa. Atau malah lebih buruk? Maybe.

Semua berdasarkan diri pribadi. Beraneka macam “pencitraan” yang bisa terjadi. Teragantung seberapa tanggap, bijaksana, dan kedewasaan yang dimiliki, kan?

Intinya saya gak menyalahkan orang yang dulu menghina dina gurunya yang demikian demikian.... soalnya nanti jika diapun menjadi guru mungkin sengaja atau tidak dia berkemungkinan menjadi seperti guru-nya yang dulu. Emang karena keadaan yang mengakibatkannya begitu atau terpengaruh dan mencontohnya.

Demikian jika saya menjadi guru. Tidak bisa menyalahkannya karena menganggap muridnya malas dan sebagainya. Toh pemikiran sudah berbeda. Mungkin dia dulu juga seperti itu tapi tak menyadarinya, kan?

Entah nanti “perputuran” ini membawa saia kemana, semoga ke arah yang lebih baik, dan jika suatu saat kata-kata saia dulu tak terealisasi, mungkin dapat termaklumi karena.....KEADAAN.


Sumber:

http://id.wikipedia.org/wiki/Gerak_sosial
http://konsultasikehidupan.wordpress.com/2009/05/07/teori-peran-role-theory/
http://id.wikipedia.org/wiki/Sosialisasi

No comments:

Post a Comment